PENETAPAN SAKRAMEN PERJAMUAN TUHAN
Oleh Samson H
Bisa diasumsikan para pembaca umumnya sudah pernah turut berpartisipasi dalam Perjamuan Tuhan. Namun tahukah kamu apa arti Perjamuan Tuhan atau Perjamuan Kudus? Tahukah kamu bahwa jika turut mengambil bagian dalam Perjamuan Tuhan dengan cara yang tidak layak akan mendatangkan hukuman bagi diri sendiri?
Perlu diketahui, ada hal-hal yang harus diperhatikan ketika turut mengambil bagian dalam Perjamuan Tuhan dan itulah yang akan dipelajari dalam artikel ini. Oleh karena itu penulis berharap agar saudara memberikan waktu untuk membaca artikel ini dan mau berbuat dengan benar ketika turut mengambil bagian dalam Perjamuan Tuhan. Sebagai pengikut Kristus, saudara harus menghindari kesalahan dan kesesatan dengan tidak mengikuti kesalahan yang dilakukan banyak orang, seperti yang dilakukan beberapa kelompok yang menganggap Perjamuan Tuhan sebagai mantra atau jimat yang bisa mengerjakan hal-hal luar biasa atau hal-hal yang diinginkan dalam hidup. Marilah melihat kembali Firman Allah yang sempurna dan tidak mengandung kesalahan dan kekeliruan. Alkitab harus menjadi patokan akhir bagi umat percaya dan bukan tradisi atau kebiasaan yang dilakukan gereja.
SEJARAH DAN LATARBELAKANG PERJAMUAN TUHAN
Seperti yang telah dilihat pada artikel-artikel sebelumnya tentang penetapan sakramen baptisan, sakramen Perjamuan Tuhan juga memiliki latarbelakang sejarah yang berkaitan dengan ajaran Perjanjian Lama. Karena Allah Perjanjian Lama sama dengan Allah Perjanjian Baru dan karena jalan Keselamatan di Perjanjian Lama sama dengan jalan keselamatan di Perjanjian Baru serta Juruselamat di Perjanjian Lama sama dengan Juruselamat di Perjanjian Baru, maka bisa disimpulkan makna sakramen di Perjanjian Lama sama dengan makna sakramen di Perjanjian Baru. Jika ada beranggapan hal-hal diatas berbeda di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, maka secara tidak langsung ia berkata bahwa Tuhan di Perjanjian Lama berbeda dengan Tuhan di Perjanjian Baru. Tetapi karena Tuhan di Perjanjian Lama sama dengan Tuhan di Perjanjian Baru dan Yesus adalah satu-satunya Juruselamat manusia, baik di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, maka penetapan sakramen di Perjanjian Baru yang ditetapkan Yesus sendiri merupakan pengganti sakramen di Perjanjian Lama.
Sakramen Sunat
Seperti yang saudara ketahui bahwa ratusan tahun sebelum Allah menetapkan sakramen Paskah Perjanjian Lama, Allah telah menetapkan sakramen sunat, setelah Ia memilih dan menetapkan Abraham sebagai orang yang dipilih menjadi bangsa yang besar dan melalui keturuanannya semua bangsa akan diberkati (Kejadian 12:1-3).
“1Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; 2Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. 3Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”
Sakramen sunat diberikan sebagai tanda dan meterai atas janji Allah kepada Abraham yang mana ketika ia masih belum memiliki anak dan isterinya masih mandul, Allah berjanji untuk membuatnya menjadi bangsa yang besar. Sakramen Sunat ditetapkan dan diperintahkan agar semua anak laki-laki keturunan Abraham disunat pada umur 8 hari (Kejadian 17:10, 12).
“10Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat.”
“12Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.”
Setelah sakramen ini diberikan, Abarham, Ishak dan Yakub serta kerutunannya harus terus menerus melakukan ketetapan ini sebagai perintah yang tidak bisa diabaikan. Bahkan sakramen ini terus berlangsung hingga Yakub memiliki kedua belas anaknya dan menjadi kedua belas suku Israel. Sakramen sunat merupakan ritual keagamaan yang harus dilaksanakan keturunan Yakub dan mereka tidak bisa mengabaikannya karena jika demikian, anak laki-laki yang tidak disunat akan mati. Jadi umat Israel tidak bisa menyepelehkan ajaran ini.
Sakramen sunat juga terus dilaksanakan pada masa kelaparan hebat terjadi di Israel yang akhirnya memaksa anak-anak Yakub pindah ke Mesir sehubungan dengan Yusuf yang telah menjadi Perdana Menteri di sana. Namun meskipun bangsa Israel berada di Mesir selama 430 tahun sebagai budak, sakramen ini tetap menjadi ketetapan yang harus dilaksanakan dan perintah yang harus dipatui sebagai tanda bahwa mereka bangsa pilihan Allah.
Sakramen Paskah
Allah menetapkan sakramen kedua bagi bangsa Israel ketika Ia ingin membawa bangsa itu keluar dari Mesir menuju tanah perjanjian yang telah dijanjikanNya kepada Abraham, Ishak dan Yakub yaitu tanah Kanaan. Rencana bangsa Israel meninggalkan Mesir tentu menjadi kekuatiran bagi kerajaan Mesir karena Firaun akan kehilangan budak-budak pekerja yang berjumlah hampir dua juta orang. Itulah sebabnya Firaun dengan keras hati tidak mengizinkan Israel pergi meninggalkan Mesir. Namun apa yang Allah rencanakan harus tetap terlaksana dan tidak satupun yang bisa menghalangi dan menggagalkannya.
Untuk melaksanakan rencanaNya Allah memilih Musa dan Harun menjadi pemimpin dan nabi bagi bangsa Israel. Kedua orang ini menjadi alat Tuhan untuk melaksanakan semua rencanaNya. Karena Firaun tetap tidak mengizinkan bangsa Israel meninggalkan Mesir maka Allah mendatangkan hukuman dan tulah bagi Mesir. Ada sepuluh tulah yang dibua sebagai hukuman bagi Firaun dan bangsanya. Sembilan tulah pertama dilalui dengan berbagai penderitaan dan kesusahan namun Firaun tetap mengeraskan hati dan tidak mengizinkan Israel keluar dari Mesir. Tetapi untuk tulah yang kesepuluh, tulah terakhir, Firaun dan bangsanya tidak bisa bertahan, terkecuali harus mengizinkan Israel meninggalkan Mesir.
Seperti apa sebenarnya tulah kesepuluh yang memaksa Firaun mengizinkan Israel keluar dari Mesir? [Semua catatan tentang hal ini terdapat dalam Keluaran 11 dan 12. Saudara bisa membacanya dengan teliti urutan dan rentetan penjelasan perisitiwa-peristiwa tersebut]. Namun ketika Allah ingin menghukum Mesir dengan tulah kesepuluh dengan membunuh setiap anak pertama dari semua yang hidup di Mesir termasuk anak pertama Firaun (kecuali Israel). Firman Tuhan mencatat dalam Keluaran 11:4-7 berbunyi,
“Berkatalah Musa: “Beginilah firman TUHAN: Pada waktu tengah malam Aku akan berjalan dari tengah-tengah Mesir. Maka tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir akan mati, dari anak sulung Firaun yang duduk di takhtanya sampai kepada anak sulung budak perempuan yang menghdapi batu kilangan, juga segala anak sulung hewan. Dan seruan yang hebat akan terjadi di seluruh tanah Mesir, seperti yang belum pernah terjadi dan seperti yang tidak akan ada lagi. Tetapi kepada siap juga dari orang Israel, seekor anjing pun tidak akan berani menggonggong, baik kepada manusia maupun kepada binatang, supaya kamu mengetahui, bahwa TUHAN membuat perbedaan antara orang Mesir dan orang Israel.”
Namun agar bangsa Israel tidak turut tertimpa tulah kesepuluh yang sebenarnya diperuntukkan bagi Firaun dan bangsanya, Allah menetapkan suatu perintah yang harus dilaksankan setiap umat Israel. Inilah perintah Allah bagi umat Israel,
“Pergilah, ambillah kambing domba untuk kaummu dan sembelihlah anak domba Paskah. Kemudian kamu harus mengambil sikat hisop dan mencelupkannya dalam darah yang ada dalam sebuah pasu, dan darah itu kamu harus sapukan pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu; seorang pun dari kamu tidak tidak boleh keluar pintu rumahnya sampai pagi. Dan TUHAN akan menjalani Mesir untuk menulahinya; apabila Ia melihat darah pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu itu, maka TUHAN akan melewati pintu itu dan tidak membiarkan pemusnah masuk ke dalam rumahmu untuk menulahi” (Keluaran 12:21-23).
Perlu diketahui bahwa saat itu umat Israel sedang tinggal di Mesir, tempat dimana Allah akan mendatangkan tulah. Jadi apa yang dicatat diatas merupakan syarat yang harus dipatuhi umat Israel agar terlepas dari tulah itu.
Namun demikian penyembelihan anak domba paskah merupakan lambang akan kematian anak domba Paskah Allah yaitu Yesus Kristus yang akan mati di kayu salib. Darah anak domba paskah yang disembelih umat Israel tidak bisa menyelamatkan mereka. Iman mereka bukan pada darah anak domba tetapi pada anak domba paskah Allah yang akan mati bagi mereka dan “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibrani 9:22), namun “tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan mengkapus dosa” (Ibrani 10:4).
Ketika Allah memerintahkan bangsa Israel menyembelih anak domba paskah, perintah itu ditetapkanNya menjadi ketetapan kekal bagi Israel yang harus diperingati setiap tahun bertepatan pada tanggal 14 Nisan (kalender Israel). Setiap keturunan Israel harus memperingatinya sebagai peringatan yang ditetapkan Allah untuk dilakukan selama-lamanya. Keluaran 12:24-27 berbunyi,
“Kamu harus memegang ini sebagai ketetapan sampai selama-lamanya bagimu dan bagi anak-anakmu. Dan apabila kamu tiba di negeri yang akan diberikan TUHAN kepadamu, seperti yagn difirmankanNya, maka kamu harus pelihara ibadah ini. Dan apabila anak-anakmu berkata kepadamu: Apakah artinya ibadahmu ini? Maka haruslah kamu berkata: Itulah korban Paskah bagi TUHAN yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menulahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan rumah-rumah kita.”
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa sejak malam terakhir bangsa Israel di Mesir hingga pada masa Tuhan Yesus, perayaan ini selalu diperingati setiap tahunnya. Tidak terkecuali, Yesus sendiri sejak berumur 12 tahun telah ikut bersama Yusuf dan Maria ke Yerusalem dalam memperingati perayaan ini.
“41Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. 42Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. 43Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya” (Lukas 2:41-43).
Sejak itu Yesus setiap tahunnya merayakan Paskah ini hingga pada malam sebelum Ia ditangkap. Berikut ini adalah kemungkinan paskah yang diikuti Yesus semasa pelayananNya:
“Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem” (Yohanes 2:13). – Paskah pertama
“Dan Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat” (Yohanes 6:4). – Paskah kedua
“Pada waktu itu hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke Yerusalem untuk menyucikan diri sebelum Paskah itu” (Yohanes 11:55) dan “Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati” (Yohanes 12:1). – Paskah ketiga
“Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: “Inilah rajamu!” (Yohanes 19:14). – Paskah keempat Yesus mati disalibkan.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa perayaan Paskah harus berakhir pada malam Tuhan Yesus ditangkap? Karena perayaan Paskah ini merupakan suatu lambang pengorbanan dan kematian Anak Domba Paskah, yaitu Yesus sendiri (1 Korintus 5:7) yang pada masa itu belum terjadi dan masih dalam penantian, dan dengan kematian Anak Domba Paskah yang sesungguhnya, maka perayaan paskah yang biasanya dilakukan sebelumnya tidak lagi berlaku. Maka perayaan paskah yang dilakukan Tuhan Yesus, pada malam sebelum Ia ditangkap menjadi perayaan yang terakhir dalam sejarah. Sejak saat itu, umat percaya tidak lagi merayakannya tetapi merayakan Perjamuan Kudus yang merupakan ketetapan baru bagi umat percaya. Yesus berkata,
“cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu” (Lukas 22:20).
Yesus menyebutkan Perjamuan Kudus merupakan perjanjian baru untuk menggantikan yang lama yaitu paskah (Keluaran 12:24-28).
“24Kamu harus memegang ini sebagai ketetapan sampai selama-lamanya bagimu dan bagi anak-anakmu. 25Dan apabila kamu tiba di negeri yang akan diberikan TUHAN kepadamu, seperti yang difirmankan-Nya, maka kamu harus pelihara ibadah ini. 26Dan apabila anak-anakmu berkata kepadamu: Apakah artinya ibadahmu ini? 27maka haruslah kamu berkata: Itulah korban Paskah bagi TUHAN yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menulahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan rumah-rumah kita.” Lalu berlututlah bangsa itu dan sujud menyembah. 28Pergilah orang Israel, lalu berbuat demikian; seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa dan Harun, demikianlah diperbuat mereka.”
PROSES PERGANTIAN PASKAH MENJADI PERJAMUAN TUHAN
Setelah melihat sejarah dan latarbelakang sakramen Perjamuan Tuhan, sekarang perhatikanlah proses perubahan dan pergantian sakramen Paskah menjadi sakramen Perjamuan Tuhan. Untuk itu marilah melihat Lukas 22:14-23; Matius 26:20-29; Markus 14:17-25; dan Yohanes 13:21-30 yang mencatat tentang proses pergantian ini. Proses perubahan dicatat di semua kitab Injil. Namun yang akan menjadi pokok perhatian di sini apa yang dicatat dalam Lukas 22:14-23.
Perikop ini mencatat kejadian dan proses perayaan paskah yang dilaksanakan Yesus Kristus bersama murid-muridNya. Perhatikan ayat-ayat ini.
“Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-rasul-Nya. Kata-Nya kepada mereka: “Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita” (Lukas 22:14-15).
Perhatikan kata “makan Paskah ini” yang disampaikan Yesus. Itu berarti Ia dan murid-muridNya sedang merayakan Paskah sesuai dengan ketetapan Allah yang harus dilakukan setiap umat Israel. Jika memperhatikan aya-ayat selanjutnya hingga Lukas 22:18 kesemuanya merupakan hal-hal yang dilakukan pada saat perayaan ini. Tidak ada yang berbeda bagi murid-murid Yesus ketika mereka merayakannya, semuanya sesuai dengan kebiasaan masa itu. Namun ketika masih dalam suasana menikmati makan paskah itu, tiba-tiba Yesus melakukan sesuatu yang tidak biasa.
“Lalu Ia (Yesus) mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: Inilah tubuh-Ku yang dierahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu” (Lukas 22:19-20).
Memberikan roti kepada murid-muridNya bukanlah sesuatu yang asing karena Yesus juga melakukan hal yang sama pada saat memulai makan paskah. Tetapi ketika Ia memecah-mecahkan roti dan kemudian memberikan kepada murid-muridNya, perkataan yang Ia sampaikan selanjutnya yang membuat semuanya berbeda. “Inilah tubuh-Ku yagn diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Kalimat inilah yang tidak pernah didengar murid-muridNya ketika merayakan Paskah. Lebih jelas lagi, ketika Ia kemudian mengambil cawan sesudah makan roti, Ia berkata, “cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu” memberikan suatu petunjuk bahwa Allah memberikan Perjanjian (ketetapan) Baru yang menggantikan ketetapan yang lama (Keluaran 12:24).
“Kamu harus memegang ini [paskah] sebagai ketetapan sampai selama-lamanya bagimu dan bagi anak-anakmu” (Keluara 12:24).
Proses pergantian ini terjadi pada masa dan saat yang sama dimana murid-murid Yesus masih sedang meyarakan Paskah. Yesus mengambil roti sebagai lambang tubuh-Nya yang akan mati bagi manusia berdosa dan mengambil cawan yang melambangkan darahNya yang tercurah menebus dosa. Yesus mengetahui saatnya sudah tiba untuk menggenapi apa yang dicatat dalam Kitab Suci. Sebagai Anak Domba Paskah, Ia harus mati pada hari persiapan hari raya Paskah (Yohanes 19:31) seperti Anak Domba Paskah di Perjanjian Lama yang disembelih pada setiap tanggal 14 Nisan. Yesus sudah sangat siap menggenapi semua yang diperintahkan Allah Bapa kepadaNya.
Setelah perayaan paskah dan perjamuan kudus selesai, Yesus bersama murid-murid-Nya berjalan bersama menuju Taman Getsemani untuk berdoa dan setelah itu Ia ditangkap dan diadili, dan di sore harinya Ia mati di kayu salib sebagai Anak Domba Paskah. Sejak kematian Yesus Kristus, murid-muridNya bersama dengan umat percaya tidak lagi merayakan Paskah seperti yang dilakukan di Perjanjian Lama atau sebelum kematian Yesus. Apa yang merupakan kebiasaan sebelumnya telah dimengerti sebagai sesuatu yang sudah digenapi dan tidak perlu dilakukan lagi.
PERJAMUAN TUHAN DI PERJANJIAN BARU
Setelah kematian Yesus, kitab Perjanjian Baru tidak pernah lagi mencatat bahwa pengikut Kristus merayakan Paskah. Namun kebiasaan yang terus dilakukan gereja mula-mula hingga sekarang ini adalah melaksanakan ketetapan baru yang diperintahkan Yesus pada malam sebelum Ia ditangkap yaitu Perjamuan Tuhan. Itulah sebabnya dalam kitab Kisah Para Rasul dicatat gereja mula-mula selalu melakukan Perjamuan Tuhan atau yang sering dikenal dengan memecahkan roti ketika mereka berkumpul beribadah.
Mari perhatikan salah satu contoh Perjamuan Tuhan yang dilakukan gereja mula-mula yang dicatat di Kisah Para Rasul 2:41-47,
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. . . Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.”
Apa yang dicatat dalam ayat ini menunjukkan suatu kebiasaan baru bagi gereja mula-mula ketika mereka berkumpul dalam ibadah. Kebersamaan dan kesehatian memuji Tuhan dan menyelenggarakan Perjamuan Tuhan menjadi bagian dari setiap ibadah yang diselenggarakan.
Arti Perjamuan Tuhan
Ketika gereja mula-mula menyelenggarakan perjamuan Tuhan, apa sebenarnya yang dirayakan dan diperingati? Apa hal itu masih berhubungan dengan Paskah Perjanjian Lama? Di Indonesia, ada suatu kekeliruan istilah sehubungan dengan hari kebangkitan Yesus Kristus. Entah bagaimana asal mulanya, perayaan kebangkitan Yesus sering disebut sebagai perayaan Paskah, padahal kebangkitan Yesus tidak ada hubungannya dengan Paskah Perjanjian Lama.
Istilah “paskah” yang dikaitkan dengan kebangkitan Yesus Kristus memiliki dampak teologia bagi umat Kristen karena ada suatu kesan paskah kebangkitan Yesus sama dengan paskah Perjanjian Lama, padahal kenyataannya sama sekali tidak demikian. Jika memang dirasa perlu menghubungkan Yesus dengan paskah, seharusnya hal itu berhubungan dengan kematian Yesus sebagai Anak Domba Paskah (1 Kor 5:7) dan bukan kebangkitanNya. Dalam Perjanjian Baru, kebangkitan Yesus tidak pernah disebut sebagai paskah meskipun pada hari Ia bangkit masih merupakan bagian dari hari perayaan paskah Israel.
Yang menjadi pertanyaan, apakah Perjamuan Tuhan yang ditetapkan Yesus masih ada hubungannya dengan perayaan Paskah Israel? Seperti yang sudah dilihat sebelumnya, penetapan Perjamuan Tuhan dilakukan pada saat Yesus dan murid-muridNya sedang merayakan Paskah. Namun ketika mencermati apa yang disampaikan dalam Lukas 22:19-20, sangat jelas bahwa penetapan Perjamuan Kudus tidak berkaitan dengan makna perayaan Paskah Israel. Perjamuan kudus merupakan peringatan akan kematian Yesus Kristus, apa yang Ia perbuat di kayu salib untuk menebus dosa manusia dan mengingatkan umat percaya akan kedatanganNya kembali ke dunia ini.
Paulus memberikan penjelasan akan arti Perjamuan Tuhan ketika ia menuliskan suratnya yang pertama kepada jemaat Korintus,
“Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Korintus 11:26).
Apa arti pernyataan ini? Kalimat “memberitakan kematian Tuhan” tidak berarti setiap umat percaya akan memberitakan kematian Tuhan Yesus ke berbagai tempat. Memang akan sangat baik jika jiwa dan semangat seperti ini dimiliki gereja sehingga semangat penginjilan tetap berkobar, namun kenyataannya tidak demikian. Tingkat kerinduan dan kemauan memberitakan injil di hati umat percaya berbeda-beda. Lalu arti kalimat ini sebenarnya mengarah pada setiap orang percaya yang ikut mengambil bagian dalam Perjamuan Tuhan harus mengingat kembali akan penderitaan dan kematian Yesus Kristus di kayu salib, dimana Ia mati menggantikan orang berdosa.
Dengan melakukan hal ini diharapkan umat percaya semakin mencintai, berdedikasi, mengikuti dan menaati Yesus hingga nantinya bertemu denganNya muka dengan muka. Jadi mengingat kematian Yesus berarti memberitakan kematian Yesus dan sadar bahwa keselamatan merupakan anugerah Allah dan bukan karena perbuatan baik atau kelayakan umat percaya dihadapan Allah. Ketika melakukan perjamuan kudus, harus mengingat pergorbanan Kristus dan hal ini menuntun umatNya mengakui dosa-dosanya dan bertobat.
Bagi sekelompok orang, memberitakan kematian Yesus Krisus diartikan dengan mempraktekkan pola kematian Yesus yaitu menyalibkan dirinya sendiri. Dengan cara demikian, mereka beranggapan telah sungguh-sungguh merasakan penderitaan Yesus. Pola seperti ini kerap kali ditemukan di Negara-negara yang mayoritas penganut agama Katolik Roma. Namun pola ini tidak pernah diajarkan dalam Alkitab. Coba perhatikan ayat-ayat yang membicarakan saat-saat Yesus menetapkan Perjamuan Tuhan, Ia mengambil roti dan cawan yang melambangkan tubuh dan darahNya dan setelah itu, Ia memerintahkan untuk memperbuat sedemikian sebagai peringatan akan DiriNya. Tidak ada perintah bagi gereja dan umat percaya menyalibkan diri mereka. Perjamuan Tuhan merupakan suatu momen penting bagi umat percaya untuk menyelidiki hati dan bertobat di hadapan Tuhan serta mendedikasikan diri kepada Yesus.
“23Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti 24dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” 25Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” 26Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. 27Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. 28Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu” (1 Korintus 11:23-28).
Aspek kedua yang perlu diketahui bahwa ketika melaksanakan Perjamuan Tuhan, sangat perlu mengingat akan kedatangan Yesus kembali. Kalimat “sampai Ia datang” memberi petunjuk bahwa Perjamuan Tuhan merupakan sakramen yang akan tetap dilaksanakan hingga Tuhan Yesus kembali sebagai ketatapan kekal. Namun kalimat ini juga memberi petunjuk tentang kepastian mutlak bahwa Yesus akan datang kembali (ref. 1 Tesalonika 4:13-18). Ketika umat percaya melaksanakan sakramen ini, mereka menghapus segala keraguan, namun memberikan kepastian dan yakinan kokoh bahwa kedatangan Yesus kembali pasti terjadi. Sangat gampang tergoda untuk meragukan kedatangan Yesus kembali mengingat pernyataan ini telah berumur hampir 2.000 tahun, namun janji ini belum kunjung terlaksana. Namun bagi umat percaya, tidak ada keraguan atas janji Kristus, mereka memiliki keyakinan bahwa apa yang Yesus katakan pasti digenapi. Mereka tidak punya dasar untuk ragu karena jika meragukan pernyataan Yesus tentang kedatanganNya kembali, maka mereka juga bisa ragu akan janji dan pernyataan Yesus tentang keselamatan mereka. Semua berita keselamatan dan kedatangan Yesus kembali diperoleh dari satu sumber yang sama yaitu Alkitab. Oleh karena itu, Perjamuan Tuhan akan selalu mengingatkan umat percaya akan kedatangan Yesus kembali agar tidak terlena dengan segala keindahan dunia yang fana dan bersifat sementara. Apapun yang dimiliki dunia ini, suatu saat akan berakhir ketika Yesus datang kembali.
Syarat mengikuti perjamuan Tuhan
Yang menjadi pertanyaan, apa yang saudara lakukan ketika turut mengambil bagian dalam perjamuan Tuhan? Apa saudara hanya duduk dan mengamati ketika roti dan cawan dibagikan dan mengambilnya dengan tanpa ada suatu pertimbangan dan pemikiran tentang kematian Yesus Kristus dan kedatanganNya kembali? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, sangat perlu melihat apa yang disampaikan Paulus yang disebut sebagai syarat mengikuti Perjamuan Tuhan dan hukuman atas ketidaklayakan seseorang mengikuti Perjamuan Tuhan.
Ada berbagai penyimpangan yang terjadi saat ini di berbagai gereja sehubungan dengan penyelenggaraan Perjamuan Tuhan. Sadar atau tidak, penyimpangan-penyimpangan itu sudah menjadi suatu hal yang biasa dan tidak dipermasalahkan lagi, bahkan para pemimpin gereja sekalipun tidak memperdulikan hal itu dan seakan membiarkan begitu saja tanpa ada niat memperbaikinya. Ketidakperdulian masalah ini sangat berdampak pada tingkat pengetahuan jemaat masa kini. Kebanyakan umat Kristen seakan telah menerima semua bentuk penyimpangan praktek pola Perjamuan Kudus yang dilakukan berbagai kelompok kekristenan.
Untuk menguji benar tidaknya pola Perjamuan Tuhan dan penyelewengan arti yang dipraktekkan sekarang ini, harus melalui pengkajian nats Alkitab. Salah satu jenis penyimpangan pelaksanaannya adalah tentang syarat mengikuti dan arti Perjamuan Tuhan. Tentang arti Perjamuan Tuhan bisa dilihat dalam artikel-artikel sebelumnya dan saat ini cukup fokus pada syarat mengikuti Perjamuan Tuhan yang dicatat dalam 1 Korintus 11:23-32.
“23Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti 24dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” 25Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” 26Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. 27Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. 28Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. 29Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. 30Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal. 31Kalau kita menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita. 32Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia.”
-
Ia harus percaya Yesus dan telah dibaptis
Perjamuan Kudus merupakan sarana anugrah Allah bagi umat percaya. Jadi mereka yang tidak mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, Perjamuan Tuhan tidak memiliki manfaat baginya meskipun turut berpartisipasi dalam Perjamuan Tuhan yang diselenggarakan gereja. Namun sebaliknya ia akan mendapatkan hukuman atas perbuatannya. Perjamuan ini merupakan suatu sarana anugerah bagi pengikut Kristus karena mereka merenungkan dan mengingat akan pengorbanan dan kematian Kristus di kayu salib bagi dosa-dosanya (ref. 1 Korintus 11:26). Mengenang apa yang Yesus telah perbuat akan menolong umat percaya untuk lebih berdedikasi dan dipulihkan untuk lebih mengasihi dan mencintai Yesus.
Jika ada seorang yang tidak percaya turut berpartisipasi dalam Perjamuan Tuhan, apa yang akan direnungkan? Jawabannya tidak ada. Orang seperti ini biasanya memiliki pengertian keliru tentang Perjamuan Tuhan. Ia beranggapan, jika turut mengambil bagian dalam Perjamuan, ia akan mendapatkan perlindungan, kesehatan dan kekuatan dan banyak lagi. Ia menganggap roti dan cawan itu seperti suatu jimat atau magic yang bisa melakukan hal-hal besar bagi dirinya. Anehnya, banyak jemaat gereja masa kini memiliki pengertian keliru sepert ini.
Jika memperhatikan apa yang diberikan Paulus kepada gereja Korintus, jelas memberitahukan bahwa ia mengajarkan doktrin Perjamuan Tuhan agar umat percaya mengerti dan turut mengambil bagian di dalamnya. Perhatikan kalimat ini, “Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan” benar-benar memberikan suatu penekanan bahwa Paulus, sebagai orang percaya dan rasul menginginkan umat percaya di gereja Korintus melaksanakan Perjamuan Tuhan dengan benar. Bahkan perikop ini ditulis sebagai teguran karena adanya penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan gereja Korintus masa itu. Perjamuan Tuhan hanya bagi orang-orang yang sungguh-sungguh percaya pada Yesus. Fakta ini jugalah yang terlihat dipraktekkan gereja mula-mula (Kisah 2:41-47).
“41Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. 42Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. 43Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. 44Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, 45dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. 46Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, 47sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.”
Untuk membuktikan seseorang sungguh-sungguh percaya pada Yesus, ia sudah harus menerima Baptisan Kudus. Ini merupakan syarat mutlak dalam mengikuti Perjamuan Tuhan. Jika ia berasal dari keluarga Kristen, besar kemungkinan sudah dibaptis di saat masih bayi. Untuk membuktikan iman percayanya pada Yesus, ia sudah harus mengikuti Pengukuhan iman. Dengan kata lain, Perjamuan Tuhan tidak diperuntukkan bagi mereka yang tidak mengetahui siapa Yesus bagi dirinya. Seseorang yang ikut mengambil Perjamuan Tuhan harus memiliki kesadaran tulus untuk setia dan mencintai Yesus sepanjang hidupnya. Anak kecil belum memiliki pemikiran seperti ini, meskipun ia mengaku telah percaya pada Yesus Kristus. Ia butuh sejumlah waktu untuk bertumbuh lebih dewasa agar bisa berpikir dan mengambil keputusan bagi dirinya sendiri untuk bisa berkata,
“Saya mengakui bahwa saya seorang berdosa yang tidak bisa menyelamatkan diri sendiri. Saya bertobat dan berkomitmen mengikut Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saya. Saya mau hidup dan berdedikasi untuk hidup sesuai dengan apa yang diperintahkan Tuhan dalam Firmannya, membaca dan merenungkan FirmanNya serta menyembah Tuhan setiap saat. Saya mau Yesus Kristus menjadi pemimpin, penuntun hidup saya dalam segala hal yang saya perbuat. Saya sungguh-sungguh percaya pada Yesus Kristus.”
-
Harus meneyelidiki hati dan bertobat di hadapan Allah
Ketika mengikuti Perjamuan Tuhan, tiap-tiap orang harus menyelidiki hati dan bertobat di hadapan Tuhan. Perbuatan dosa dan rencana kejahatan serta pemikiran yang tidak berkenan kepada Tuhan harus diakui dihadapan Tuhan dan berjanji untuk tidak melakukan perbuatan dosa.
“Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar” (Mazmur 66:18).
“Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat” (1 Petrus 3:12).
Dan dengan hati yang hancur ia meminta pengampunan dan bertekad tidak mengulangi dan melakukan perbuatan jahat. Jadi sebelum seseorang turut mengambil Perjamuan ia harus menyelidiki hatinya di hadapan Tuhan dan jangan sampai ada dosa dan rencana dosa. Itulah yang ditekankan Paulus kepada jemaat Korintus,
“Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan” (1 Kor 11:27).
Yang menjadi pertanyaan, apa maksud pernyataan, “dengan cara yang tidak layak” di sini? Untuk menjawabnya, Paulus kemudian memberikan penjelasan di ayat selanjutnya,
“Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri” (1 Kor 11:28-29).
Ada dua pertimbangan dari arti “cara yang tidak layak” di sini. Pertama, berdasarkan apa yang ditulis Paulus, itu berarti bahwa cara yang tidak layak itu adalah orang yang tidak menguji dirinya ketika turut mengambil bagian dalam Perjamuan. Tidak menguji diri berarti tidak menyelidiki hatinya dan memutuskan bahwa ia layak dihadapan Allah. Ia tidak menyelidiki hatinya, apa ada dosa dan rencana kejahatan dan sebagainya.
Kedua, pernyataan, “cara yang tidak layak” juga bisa berarti, bahwa mereka yang tidak percaya pada Yesus ada yang turut mengambil bagian dalam Perjamuan. Arti ini bisa dilihat dalam konteks ayat 29 dimana Paulus berkata, “tanpa mengakui tubuh Tuhan.” Namun, jika mengingat ajaran di ayat sebelumnya bahwa Perjamuan Tuhan hanya diperuntukkan bagi umat percaya, arti kedua ini akan sangat tidak sesuai tetapi kenyataannya dalam setiap gereja akan terdiri dari orang-orang percaya dan tidak percaya. Ada jemaat yang merasa sudah menjadi orang percaya tetapi kenyataannya prilaku dan hidupnya tidak mencerminkan hidup seorang percaya. Orang sedemikian menipu dirinya sendiri dan tidak melihat pentinya bertobat di hadapan Tuhan. Mungkin orang-orang seperti inilah yang dikategorikan dalam ayat 29 ini. Namun jika dengan pasti setiap jemaat dalam gereja adalah umat percaya, maka arti sesungguhnya dari pernyataan “cara yang tidak layak” adalah tidak menyelidiki hati dan tidak meminta pengampunan atas segala dosa-dosanya. Sebagai akibatnya, Paulus menekankan, orang yang turut mengambil Perjamuan Tuhan dengan cara yang tidak layak, “ia mendatangkan hukuman pda dirinya sendiri” (ayat 29).
Dalam bahasa aslinya, kata “hukuman” di sini berarti, “penghakiman atau kutuk.” Dengan kata lain, turut mengambil Perjamuan Tuhan dengan cara yang tidak layak bisa mendatangkan hukuman atau kutuk pada diri sendiri. Itulah sebabnya Perjamuan Tuhan bukan suatu ritual keagamaan biasa. Perjamuan ini memiliki arti rohani penting, yang merupakan ketetapan Allah atau sakramen. Perjamuan Tuhan akan menjadi berkat rohani bagi mereka yang percaya. Oleh karena itu, jangan pernah seorang pun menganggap remeh atau merendahkan Perjamuan Tuhan. Namun, jangan juga pernah mengganggap Perjumuan Tuhan sebagai jimat atau mantra untuk kekebalan terhadap segala jenis penyakit dan sebagainya. Perjamuan Tuhan merupakan sarana anugerah Allah bagi umat percaya, yang mengingatkan mereka akan penderitaan, kematian dan kedatangan Yesus kembali.
Inti menyelidiki hati dan bertobat, bahwa setiap orang yang ikut mengambil Perjamuan ini harus mengakui segala dosa-dosanya. Itulah sebabnya, sebelum roti dan cawan dibagikan selalu diberitahukan agar jemaat mengambil sedikit waktu untuk berdoa. Kemudian, setelah meminta pengampunan dalam doa, setiap orang yang ikut dalam Perjamuan Tuhan harus memutuskan dalam hatinya bahwa ia layak di hadapan Allah untuk berpartisipasi dalam Perjamuan itu. Yang membuatnya layak adalah karena ia sudah meminta pengampunan dan bertekad untuk hidup dengan benar dan tidak merencanakan dosa dan kejahatan lagi. Jika seseorang tidak menguji dirinya dan meminta pengampunan Tuhan, maka ia lebih baik tidak turut dalam Perjamuan dan cukup mengamati saja.
Hukuman atas ketidaklayakan mengikuti Perjamuan Tuhan
Kenapa begitu penting menguji diri dihadapan Tuhan sebelum mengambil Perjamuan ini? Firman Tuhan sangat jelas memberikan konsekwensi dari ketidaktaatan terhadap apa yang Allah tetapkan. Ada hukuman yang akan diterima mereka yang tidak layak dihadapan Allah. Paulus berkata,
“Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal” (1 Kor 11:30).
Ia mengatakan sebagai akibat ketidaklayakan dalam Perjamuan Tuhan, banyak di antara mereka yang lemah, sakit dan tidak sedikit yang meninggal. Inilah hukuman yang diberikan Tuhan kepada jemaat Korintus. Inilah sebabnya gereja tidak bisa bermain-main dengan sakramen ini. Jika Tuhan menghukum jemaat Korintus, maka saat ini pun Tuhan bisa melakukan hal yang sama. Meskipun tidak bisa diketahui pasti (tidak dicatat dalam Alkitab) dari mana Paulus mengetahui bahwa banyak jemaat Korintus dihukum karena kesalahan ini. Yang pasti, ia adalah rasul, dan Tuhan telah memberitahukan kepadanya tentang semua itu. Namun yang jelas jemaat Korintus sendiri sadar dan mengetahui akan akibat kesalahan itu.
Bagaimana dengan gereja sekarang ini, mungkinkah orang Kristen mengalami hal yang sama? Penulis yakin Allah melakukan hal yang sama, namun saat ini tidak bisa diketahui siap-siapa saja yang dihukum Allah akibat kesalahan ini. Tidak ada yang tahu dan Tuhan juga tidak memberikan petunjuk akan hal ini. Gereja juga tidak bisa menunjuk orang-orang lemah dan sakit atau meninggal dalam jemaat sebagai akibat ketidaklayakannya dalam Perjamuan Tuhan. Yang bisa dikatakan, jemaat harus menguji dirinya sebelum turut mengambil Perjamuan Tuhan.
Namun demikian harus ditekankan bahwa JANGAN SEKALI-KALI MENGHINDARI PERJAMUAN TUHAN karena perasaan tidak layak. Menjadi layak dihadapan Tuhan hanya bisa dilakukan dengan BERDOA DAN MEMINTA PENGAMPUNAN DARI TUHAN. Tidak ada cara lain.
Ada orang berpikir bahwa melakukan Perjamuan Tuhan setiap bulan tidak benar karena terlalu sering dan jemaat dianggap tidak memiliki cukup waktu menguji dirinya agar layak dihadapan Tuhan. Alasan ini sangat tidak masuk akal, karena menguji diri tidak bertapa dan tidak berpuasa berhari-hari atau berbulan-bulan. Menguji diri adalah penyerahan diri dan komitmen ketika berdoa dihadapan Tuhan. Hal ini bisa diperbandingkan dengan ketika seseorang yang mau percaya pada Yesus. Ia tidak membutuhkan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan agar bisa percaya pada Yesus, Ia hanya membutuhkan waktu singkat yaitu sejauh doa pengakuan dosa. Berapa lama seseorang berdoa ketika ia mau percaya pada Yesus? Sangat singkat, hanya sekitar 2-5 menit saja, dan dalam waktu singkat inilah ia mengambil keputusan untuk mengikut Yesus dengan sepenuh hati dan untuk selamanya. Tentu dia telah mendengarkan berita Injil dan Kristus dan Roh Kudus bekerja dalam dirinya untuk memberanikan diri untuk mengambil keputusan menjadi pengikut Kritsus dan percaya. Dengan cara yang sama, pengujian diri dilakukan untuk menjadi layak dihadapan Allah. Yang dibutuhkan itu adalah persiapan hati dan pengakuan hati yang tulus dihadapan Tuhan serta keinginan dan kerinduan untuk hidup berkenan kepada Tuhan.
PENYIMPANGAN AJARAN PERJAMUAN TUHAN
Mungkin banyak di antara saudara yang sudah mendengar praktek-praktek Perjamuan Tuhan yang dilakukan berbagai kelompok kekristenan saat ini. Salah satu penyimpangan yang sangat populer adalah menjadikan roti dan cawan Perjamuan Tuhan sebagai jimat (magic) atau mantra dimana dengan turut mengambilnya, ada suatu anggapan semua jenis penyakit dan penderitaan akan lenyap dan jika seseorang masih tetap memiliki sakit penyakit, berarti tidak beriman atau tidak percaya pada Yesus.
Ada juga orang yang memiliki pemikiran yang mengganggap roti dan cawan Perjamuan Tuhan bisa memberikan suatu perlindungan dan kekebalan dalam diri dimana dengan rutin mengikuti Perjamuan Tuhan, tubuhnya menjadi kebal terhadap segala jenis penyakit dan sebagainya. Yang lebih populer bagi kaum pelajar, ada yang mengajarkan bahwa dengan turut mengambil roti dan cawan, mereka bisa menjadi pintar dan lulus ujian. Hal-hal ini telah menjadi sesuatu yang biasa terdengar di masyarakat Kristen bahkan sekarang ini anak-anak kecil yang masih berumur 3 tahun sekalipun telah diperbolehkan ikut berpartisipasi dalam Perjamuan Tuhan. Semua ini dilakukan karena adanya suatu anggapan bahwa roti dan cawan berperan sebagai jimat (magic) atau mantra yang mendatangkan suatu kekuatan dan perlindungan bagi mereka yang mengambilnya.
Saya tahu ada orang Kristen dengan perasaan bangga memberitahukan kepada teman-temannya bahwa anaknya yang masih berumur 3-4 tahun sudah ikut dalam Perjamuan Tuhan dan kesehatan anaknya sepenuhnya bergantung pada kuasa roti PerjamuanTuhan. Orangtua ini mengganggap tidak perlu berobat ke dokter ketika anaknya sakit. Ia cukup dengan mengambil roti Perjamuan, anaknya akan pulih total. Apa tanggapan saudara menganai hal ini?
Yang menjadi pertanyaan, apa memang demikian arti, manfaat dan tujuan Perjamuan Tuhan? Di sinilah letak tanggungjawab para pemimpin rohani diuji. Pemimpin rohani yang menjadi gembala sidang harus mengajar dan melindungi gembalaannya dari segala jenis pengajaran sesat yang bertentangan dengan kebenaran firman Allah. Mereka tidak bisa bersikap apatis terhadap hal-hal seperti ini. Tetapi sebaliknya, pemimpin rohani harus menegakkan dan mengajarkan kebenaran. Memberitahukan apa yang salah dan keliru, dan memberitahukan apa yang tidak patut diikuti jemaat gembalaan tidak sama dengan menghakimi atau mengkritiki orang lain.
Seorang ayah yang baik akan selalu memberitahukan apa yang baik, yang harus dilakukan anak-anaknya, sekaligus apa yang tidak patut dilakukan. Pemimpin rohani jangan sekali-kali pernah merasa bersalah dan berdosa jika memberitahukan apa yang salah yang telah dilakukan orang lain. Justru dengan memaparkan hal-hal yang salah dan menjelaskan dimana letak kesalahannya, jemaat gembalaannya akan mengerti dan mengikuti apa yang benar. Allah memberikan Alkitab bukan untuk disembah tetapi untuk dibaca, direnungkan dan dipelajari. Hanya dengan melakukan hal-hal ini orang Kristen sejati bisa mengerti apa yang Tuhan katakan dalam Alkitab.
Sampai kapan penyimpangan arti dan tujuan Perjamuan Tuhan ini akan berlangsung? Tidak ada yang tahu. Namun, yang perlu diketahui dari firman Allah bahwa menjelang akhir zaman akan semakin banyak penyimpangan-penyimpangan dan akan semakin banyak pengajar-pengajar sesat dalam gereja (2 Timotius 3:1-9). Namun demikian, Tuhan akan tetap menghukum mereka yang mengajar kesesatan. Tuhan bisa saja menghukumnya dalam hidup ini dan yang pasti Tuhan akan menghukumnya pada akhir zaman. Tidak ada yang tahu jenis hukuman apa yang akan diberikan kepada mereka yang telah mengajarkan kesesatan. Namun Tuhan bisa saja membiarkan mereka mengajarkan kesesatan seperti seorang yang sedang berjaya dan benar, akibatnya semakin banyak pengikutnya karena mereka menganggap orang itu benar. Penilaian masyarakat awam sering seperti ini. Mereka selalu melihat dari hasil dan jika hasilnya ada dan bagus, maka mereka akan menganggap cara dan ajaran itu benar. Namun sebaliknya jika tidak ada hasil meskipun orang itu mengajarkan kebenaran, maka masyarakat akan menganggapnya tidak mengajarkan yang benar.
Hal seperti inilah yang terjadi pada masa Nabi Yeremia ketika ia memberitahukan umat Israel bahwa mereka akan dihukum dan dibuang ke Babilonia selama 70 tahun. Tak seorangpun yang percaya akan pernyataan itu, mereka justru membenci dan mengucilkannya. Namun itu tidak bararti apa yang diberitakannya sesat hanya karena tidak ada yang mau mengikutinya. Memiliki dan mengajarkan kebenaran tidak selalu diterima orang banyak tetapi sebaliknya ajaran yang salah dan sesat akan mudah diterima orang banyak.
Jika penyimpangan pada arti dan tujuan Perjamuan Tuhan terus menerus dilakukan, Tuhan akan marah dan melimpahkan murkaNya kepada mereka yang tidak layak mengambil Perjamuan Tuhan. Tuhan tidak menghukum semua manusia yang melakukan kesalahan yang sama dengan hukuman yang sama seperti dalam 1 Korintus 11:30. Bahkan bisa dikatakan tidak pernah terlihat kejadian seperti itu dalam gereja.
Sama seperti kematian Ananias dan Safira dalam Kisah Para Rasul 5:1-11 ketika berbohong kepada Roh Kudus, mereka mati seketika. Mereka tidak korupsi atau menyelewengkan uang gereja, dan bukan juga karena tidak membayar persembahan persepuluhan tetapi karena tidak jujur ketika ingin memberikan persembahan kepada Tuhan. Mereka menyembunyikan sebagian hasil penjualan hartanya, dan ketika menghadap para rasul, mereka berkata, itulah keseluruhan hasil penjualan hartanya. Jika seandainya mereka jujur dan berkata bahwa inilah yang bisa diberikan untuk dipersembahakan kepada Tuhan dan sebagiannya disimpan untuk kebutuhan hidup, mereka tidak akan dihukum. Hasil penjualan harta itu sepenuhnya merupakan hak dan miliknya. Mereka juga tidak akan salah jika memberikan sebagian saja dari hasil penjualan itu meskipun orang lain memberikan semua hasil penjualan hartanya. Namun karena berbohong, mereka dihukum mati seketika. Hukuman seperti ini tidak terlihat terjadi dalam gereja meskipun ada begitu banyak kesalahan yang dilakukan para pemimpin gereja sekarang ini. Ada yang menyelewengkan uang gereja demi kepentingan pribadi, ada yang korupsi, ada yang mencuri uang gereja dan sebagainya, tetapi Tuhan tidak menghukum mereka seperti apa yang dilakukanNya kepada Ananias dan Safira. Yang pasti Tuhan pasti menghukum mereka yang sesat dan salah sesuai dengan cara dan waktu Tuhan sendiri.
Saudara, marilah kembali kepada ajaran Alkitab dan selidiki apa sebenarnya yang Alkitab katakan tentang Perjamuan Tuhan. Tidak perlu mencari-cari arti atau menambahkan arti di luar dari apa yang telah dituliskan dalam Alkitab. Apa yang dicatat dalam Alkitab sudah cukup bagi setiap orang di dunia ini untuk membawanya masuk ke sorga dan tidak membutuhkan tambahan lain. Bahkan apa yang ada dalam Alkitab tidak akan habis ditelaah dan dipelajari orang Kristen yang pernah hidup di dunia ini. Berhati-hatilah dalam memberikan suatu arti Firman Allah karena jika salah, bisa mendatangkan hukuman dari Tuhan.
CARA MELAKSANAKAN PERJAMUAN TUHAN
Sangat bisa dipastikan pelaksanaan Perjamuan Tuhan di berbagai gereja berbeda-beda. Tradisi dan kebiasaan para pendahulu suatu gereja telah melekat menjadi kebiasaan gereja masa sekarang. Perbedaan-perbedaan tentu tidak terlepas dari catatan firman Allah yang tidak memuat pola atau cara khusus sebagai cara satu-satunya yang harus diikuti umat Kristen. Alkitab tidak pernah memberikan penjelasan tentang prosesi pelaksanaannya. Mungkin inilah yang membuat para teolog tidak begitu mempersoalkan cara atau prosesi perjamuan Kudus yang dilakukan berbagai gereja. Keseluruhannya diserahkan pada pemimpin rohani untuk mempelajari Firman Allah dan kemudian menentukan sendiri apa yang terbaik bagi mereka. Namun, karena tidak adanya format yang ditetapkan Alkitab, maka akan sangat penting bagi para pemimpin gereja untuk menetapkan dalam hati bahwa mereka tidak memiliki dasar mengkritisi pola prosesi Perjamuan Tuhan yang dilakukan gereja tertentu asalkan arti Perjamuan Tuhan itu sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Alkitab.
Berapa seringkah penyelenggaraan Perjamuan Tuhan?
Sama seperti pola prosesi Perjamuan Tuhan, berapa sering pelaksanaan Perjamuan Tuhan dilakukan suatu gereja juga tidak diatur. Namun yang menjadi petunjuk yang bisa dilihat dalam Alkitab adalah 1 Korintus 11:26,
“Sebab setiap kali kamu makan rotiini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.”
Perhatikan frase “setiap kali” di sini. Frase ini dalam bahasa Yunani adalah “hosakis an” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai “as often as” dan dalam Alkitab bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “setiap kali.” Berdasarkan petunjuk ini, maka sangat terbuka bagi para teolog memberikan berbagai tafsiran dari pernyataan ini untuk diterapkan dalam gereja yang mereka pimpin.
Namun mempertimbangkan apa yang menjadi kebiasaan gereja mula-mula secara khusus setelah Pentakosta, pelaksanaan Perjamuan Tuhan menjadi ritual yang biasa dilakukan umat percaya ketika sedang berkumpul dalam sebuah ibadah. Kiah Para Rasul 2:41-47 mencatat bahwa ada dua kali kalimat tentang memecahkan roti yang dicatat dalam perikop ini. Perhatikan ayat-ayat berikut,
“Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (ay. 42)
“Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir” (ay. 46).
Dari pernyataan di atas, bisa disimpulkan bahwa di awal berdirinya gereja lokal, umat Kristen kerap kali menyelenggarakan Perjamuan Tuhan, bahkan setiap kali mereka mengadakan ibadah di rumah-rumah (karena masa itu tidak ada gedung gereja seperti sekarang, jadi ibadah hanya dilakukan di rumah-rumah jemaat secara bergilir), mereka memecahkan roti atau mengadakan Perjamuan Tuhan. Oleh karena itu, di masa sekarang juga gereja tidak memiliki suatu patokan berapa sering suatu gereja menyelenggarakannya. Semua kegiatan ini sepenuhnya diatur oleh gereja atau denominasi gereja tersebut. Namun akan jauh lebih baik bagi kerohanian jemaat jika pelaksanaan Perjamuan Tuhan dilakukan sesering mungkin agar jemaat semakin sering mengingat akan kematian Yesus Kristus dan ketadatanganNya kembali.
Semoga melalui artikel ini, jemaat sekalian mendapatkan pengertian dan pengetahuan yang lengkap tentang sakramen Perjamuan Tuhan.