MENDISIPLINKAN ANAK KELUARGA KRISTEN SECARA ALAMI
Oleh Samson H
Mungkin sudah sering mendengar topik tentang mendisiplinkan anak melalui seminar, renungan dan buku-buku. Meskipun sudah mendapatkan pembelajaran tetapi sepertinya orangtua begitu susah untuk menerapkan apa yang sudah dipelajari, alhasil kondisi anak-anak yang sudah terlanjur memberontak dan tidak mengindahkan nasihat semakin menjadi-jadi. Seminar dan nasihat dalam mendidik anak yang didapatkan tidak mumpuni untuk memutarbalikkan tabiat dan prilaku anak-anaknya. Keputusasaan menyelimuti hati orangtua yang melihat anaknya tidak menunjukkan suatu perubahan berarti. Mungkinkah ada solusi untuk mengatasi pemberontakan anak-anak keluarga Kristen? Ya dan pasti!
Perlu digaribawahi di sini, kebanyakan metode mendisiplinkan anak yang dipaparkan dalam berbagai seminar selalu dikaitkan dengan psikologi anak. Dengan kata lain solusi yang ditawarkan merupakan metode temuan atau buatan manusia yang sama sekali tidak berkaitan dengan apa yag diajarkan Firman Tuhan. Para “pakar psikologi anak” tidak akan pernah mengingatkan orangtua bahwa dasar tabiat, karaktar dan perilaku anak yang tidak mengindahkan nasihat adalah tabiat berdosa yang adalah sifat alami manusia. Mereka ini akan mempersalahkan lingkungan dan orang-orang di sekitar yang menularkan perilaku buruk kepada anak-anak karena menurut “keahlian” mereka, manusia itu pada dasarnya adalah baik. Tentu hal ini bertentangan dengan apa yang diajarkan Tuhan dalam FirmanNya dimana mansuia dilahirkan dengan sifat berdosa dan memberontak (Maz 51:7; ref. Roma 3:10-18). Oleh karena jika ingin mendisiplinkan anak-anak keluarga Kristen, maka yang harus dilakukan orangtua adalah membawa anak-anaknya untuk mengenal Tuhan dan FirmanNya. Inilah yang akan dibahas dalam artikel ini dimana orangtua dan anak-anak keluarga Kristen harus bersama-sama kembali kepada Firman Tuhan dan bukan kepada psikologi buatan manusia. Tuhan sendiri sudah memberi petunjuk dalam FirmanNya bagaimana seharusnya orangtua mendidik dan mendisiplinkan anak-anaknya. Tidak dibutuhkan metode rumit dan berbelit-belit tetapi kesedian orangtua untuk melakukan apa yang diperintahkan Tuhan.
Tuhan memberikan perintah kepada umat Israel termasuk di dalamnya para orangtua umat percaya umat Israel ketika masih di gurun pasir dalam perjalanan ke Tanah Kanaan.
6Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, 7haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun (Ulangan 6:6-7).
Apa yang dicatat dalam ayat-ayat di atas merupakan pola yang dituntut Tuhan dari setiap orangtua dalam mendidik dan mendisiplinkan anak-anaknya sehingga mereka sekeluarga hidup dan berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan. Hati dan pikiran mereka harus dituntun dan dikontrol oleh kebenaran Firman Tuhan sehingga orangtua dan anak-anak tidak menyimpang dari kebenaran itu. Ketika kebenaran Firman Tuhan menjadi patokan dalam segala aspek kehidupan dan perilaku maka baik orangtua dan anak-anak akan berhati-hati dalam tindakan dan ucapan mereka agar apa yang dilakukan keseluruhannya memuliakan Tuhan. Tuhan memakai FirmanNya untuk mengubah hati manusia yang mencintai dosa dan kejahatan, dan kemudian berpaling kepada Tuhan dan kebenaranNya.
MENGAJAR DENGAN RAJIN
Saya berasumsi orangtua yang ingin mendisiplinkan anak-anaknya di dalam Tuhan sudah mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat serta sudah memahami manfaat pentingnya Firman Tuhan bagi seorang percaya (Yosua 1:6-8; Mazmur 1:1-3). Terkecuali pembaca sudah memahami fakta ini, maka apa dipaparkan di sini tidak akan memberikan faedah berarti karena sebanyak apapun yang disampaikan di sini keseluruhannya tidak bararti baginya. Jikalau pembaca mempercayai Tuhan dan FirmanNya memiliki kuasa untuk mengubah hati dan karakter manusia berdosa, maka Tuhan menuntut ketaatan dan ketundukan pada apa yang disampaikan Tuhan.
Coba perhatikan Ulangan 6:6 yang ditulis diatas, ayat ini diawali dengan kalimat ini, “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini.” Kalimat ini menunjuk pada sesuatu yang sudah disampaikan sebelumnya yaitu ayat-ayat sebelumnya.
4Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! 5Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu (Ulangan 6:4-5).
Dengan tegas ayat ini memberitahukan bahwa “Tuhan itu esa!” Itu berarti tidak ada tuhan atau ilah lain yang patut disembah dan dimuliakan manusia ciptaaan Tuhan. Umat Israel diperintahkan untuk memahami hal itu sehingga mereka hrus mengasihi Tuhan dengan sengenap hati, jiwa dan kekuatannya. Inilah tuntutan Tuhan yang harus dilakukan mereka yang sudah percaya. Dasar satu-satunya untuk mengasihi Tuhan dan melakukan perintahNya adalah percaya. Terkecuali seseorang sudah mempercayai Tuhan maka ia tidak akan bisa mengasihi Tuhan sebagaimana diperintahkan di sini. Orang yang tidak percaya kepada Tuhan tidak berdaya dan tidak memiliki kekuatan dan kecondongan hati untuk mengasihi Tuhan. Orang dewasa dan orangtua umat Israel tentu memahami maksud perintah ini tetapi bagi anak-anak masih berusia muda, tentu perlu menerima didikan dan pengajaran agar mereka juga mengasihi Tuhan sama seperti orangtuanya. Mereka ini tidak mungkin bisa memahami apa yang diajarkan Tuhan jikalau tidak mendapatkan didikan dan pengajaran. Tuhan memberi tugas dan tanggungjawab ini kepada para orangtua. Ayah dan ibu adalah pangajar utama bagi anak-anaknya. Itulah ketetapan Tuhan! Sang ayah harus menjadi pengajar dan pendidik bagi anak-anak dan isterinya. Tugas ini tidak bisa diperbantukan kepada siapapun. Sang ibu merupakan wakil suaminya dalam mengajar dan mendidik anak-anaknya. Ia membantu suaminya dalam melakukan apa yang diperintahkan Tuhan. Tugas mendidik anak-anak di dalam Tuhan jauh lebih penting dari mencukupi kebutuhan anggota keluarga. Hal itu diungkapkan Tuhan Yesus demikian,
“33Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. 34Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Matius 6:33-34; ref. Amsal 3:5-6; Ibrani 11:24-27).
Berdasarkan ayat ini ketika seorang ayah mendidik anak-anaknya mencari kerajaan Allah dan kebenaranNya, Tuhan akan memberkati dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Oleh karena itu tugas sang ayah sebagai pemimpin rohani bagi anak-anaknya HARUS menjadi yang paling utama daripada semua hal yang dikerjakan dalam kehidupan.
Hal yang sama disampaikan Tuhan kepada Yosua yang memimpin umat Israel memasuki Tanah Perjanjian. Ia diingatkan bahwa Tuhan adalah sumber segala berkat dan barangsiapa yang ingin berhasil dan sukses dalam dunia ini maka ia harus mencintai Tuhan dan menaati perintahNya sebagai yang paling utama.
7Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi. 8Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung (Yosua 1:7-8).
Ketika anak-anak umat percaya sudah percaya kepada Tuhan dan menaati FirmanNya maka Tuhan akan memberkati segala usaha dan pekerjaan mereka. Tuhan akan senantiasa menyertai mereka (Mazmur 23). Ambisi mereka yang mempercayai Tuhan hanya satu, yaitu ingin hidup berkenan kepada Tuhan serta memuliakanNya. Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan orangtua umat percaya untuk mengajar Firman Tuhan dengan rajin. Paulus menuliskan bahwa seorang percaya harus berusaha keras untuk hidup layak di hadapan Tuhan (2 Timotius 2:15). Kepada orangtua umat Israel diperintahkan demikian, “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu” (Ulangan 6:7a). Dalam Alkitab bahasa Inggris dengan penekanan “mengajar dengan rajin”, “thou shalt teach them diligently unto thy children” (Deuteronomy 6:7a).
Ulangan 6:7 di atas menegaskan, orangtua memiki tugas dan tanggungjawab untuk mengajarkan Firman Tuhan kepada anak-anaknya dengan rajin. Rajin berarti, ada usaha dengan sengaja dan kesabaran untuk mengajarkan kebenaran secara berulang-ulang dan berkelanjutan hingga anak-anaknya memahami maksud yang diajarkan.
Untuk lebih memahami maksud perintah ayat diatas, saya ingin mengajak pembaca untuk mencoba membayangkan keberadaan umat Israel di saat mereka menerima perintah Tuhan tersebut. Pada saat Tuhan memberi Firman itu kepada Musa, umat Israel tidak memiliki duplikat tulisan Firman Tuhan itu untuk dibagi-bagi kepada setiap kelurga Israel. Firman Tuhan saat itu hanya ada satu dan tidak memiliki salinan lain (jika memang ada salinan kitab-kitab terdahulu seperti Kejadian, Keluaran, Imamat dan Bilangan, juga tidak mungkin untuk dibawa pulang ke rumah atau dibagi-bagi untuk setiap keluarga, karena salinan itu dibuat untuk menggantikan tulisan yang sudah tua dan robek atau rusak). Kitab-kitab tulisan nabi Musa itu hanya bisa dibaca pada waktu mereka datang beribadah kepada Tuhan yaitu pada hari Sabat. Saat seperti itulah satu-satunya bagi keluarga-keluarga Israel untuk mengetahui isi Firman Tuhan. Agar mereka bisa membawa ajaran itu kepada anak-anak dan anggota kelaurganya, mereka harus menghafal sebanyak mungkin ayat-ayat Firman itu dan kemudian mengajarkannya kepada anak-anaknya di rumah.
Satu hal yang pasti dari kebiasaan umat Israel ini, ketika orangtua ingin mendisiplinkan, menasihati dan mengajarkan Firman Tuhan kepada anak-anaknya agar berperilaku baik dan benar sesuai dengan apa yang diajarkan Firman Tuhan, orangtua harus mendisiplinkan diri terlebih dahulu untuk mengetahui isi Firman Tuhan. Keberhasilan orangtua mengajar dan mendidik anak-anaknya di dalam Tuhan akan sangat dipengaruhi seberapa berdedikasi orangtua mendisiplinkan diri memahami Firman Tuhan. Seorang ayah tidak mungkin bisa mengajarkan Firman kepada anak-anaknya jikalau ia tidak mengetahui isi Firman Tuhan. Dengan usaha keras dan rajin serta dengan pertolongan Tuhan, orangtua yang mengetahui Firman Tuhan dan mengajarkannya kepada anak-anaknya akan dituntun hidup berkenan kepada Tuhan.
Permasalahan besar yang dihadapi keluarga Kristen sekarang ini terletak pada fakta ini, bahwa banyak ayah dan ibu dalam keluarga Kristen tidak mengetahui isi Firman Tuhan. Mereka menjadi orangtua bukan karena sudah mengetahui apa yang harus dilakukan dalam mendidik anak-anaknya di dalam Tuhan. Meskipun mereka sudah hadir di rumah Tuhan pada hari Minggu, memberikan persembahan dan membawa Alkitab pada saat ibadah, itu tidak cukup untuk membuat mereka menjadi pengajar dan pemimpin rohani bagi anak-anaknya. Fakta membuktikan, ada begitu banyak orangtua tidak mengetahui isi Firman Tuhan. Jikalau mereka tidak memiliki pemahaman, bagaimana mungkin bisa mengajarkannya kepada anak-anaknya! Jikalau seorang suami bukan seorang rohani, bagaimana mungkin ia bisa memimpin isteri dan anak-anaknya di dalam Tuhan dan menuntun mereka menjadi orang-orang rohani. Oleh karena itu, orangtua keluarga Kristen yang memiliki anak-anak yang sudah terlanjur bandel dan memberontak, engkau harus berubah terlebih dulu dan mendisiplinkan diri untuk memahami Firman Tuhan, dan dalam waktu yang sama tuntunlah anggota keluargamu di dalam Tuhan. Tunjukkanlah dirimu sebagai teladan yang patut ditiru anak-anakmu dalam kerohanian. Jika tidak demikian, maka sia-sialah engkau berteriak-teriak dalam mendidik dan mendisiplinkan mereka karena hati mereka tidak akan pernah berubah. Mereka harus dibawa kepada Tuhan dan diperbaharui oleh Roh Kudus. Jadi orangtua Kristen memiliki tugas dan tangungjawab besar ini dalam keluarga, bukan hanya menyediakan kebutuhan aggota keluarga tetapi memastikan anak-anaknya percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Jangan percayakan hal ini kepada orang lain dan guru-guru Sekolah Minggu karena itu adalah tugas dan tanggungjawab orangtua.
Mengajar anak-anak untuk mencintai Tuhan dengan segenap jiwa, hati dan kekuatan tidaklah mudah. Dituntut ketabahan, kesetiaan, dan doa yang tidak henti-hentinya agar Tuhan melembutkan hati anak-anak untuk menerima kebenaran Firman Tuhan. Itu merupakan pergumulan orangtua seumur hidup. Sekalipun mereka sudah percaya kepada Yesus, orangtua masih tetap memiliki tugas dan tanggungjawab untuk mendidik mereka setia kepada Tuhan dan hidup sebgaimana diperintahkan Tuhan. Untuk mencapai hal itu, mengajar dan mendisiplinkan anak-anak dengan rajin sangatlah dibutuhkan.
MENGAJAR SECARA ALAMI
Jika mencoba memhami kehidupan umat Israel pada saat masih di gurun pasir, hidup mereka dihabiskan hanya melakukan perjalanan setiap hari. Mereka tidak melakukan kegiatan bercocok tanam atau memelihara ternak. Kebutuhan mereka sehari-hari disedikan Tuhan yaitu manna dan daging secara mujizat, dan hal itu terjadi bertahun-tahun hingga mereka tiba di tanah Kanaan. Dalam keadaan sedemikian Tuhan memberi perintah ini, “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Ulangan 6:7).
Pemahaman umat Israel pada masa itu, mereka harus mengajarkan kebenaran Firman Tuhan secara alami dan dalam segala keadaan hidup. Di masa sekarang, banyak orang Kristen memiliki pemahaman salah mengenai pendidikan dan pengajaran Firman Tuhan. Ada anggapan, mendapatkan pengajaran Firman Tuhan hanya bisa dilakukan ketika menghadiri Sekolah Miggu, Pendalaman Alkitab, Persekutuan dan Ibadah yang diselenggarakan gereja. Tentu tidak ada yang salah dengan semua ini. Seorang percaya harus memberi diri dan hatinya untuk menghadiri kegiatan rohani ini. Tetapi jika beranggapan itulah cara satu-satunya mendapatkan pengajaran Firman Tuhan, itu keliru. Umat Israel pada masa itu tidak memiliki semua kegiatan yang disebut di atas. Mereka hanya memiliki Ibadah Sabat tetapi apa yang didapatkan dari Ibadah tersebut sudah cukup untuk membekali kehidupan rohani mereka untuk sepekan. Apa yang dipejari pada Hari Sabat, akan ditelaah dan dipahami oleh para ayah dengan sungguh-sungguh agar bisa mengajarkan dan menerapkan dalam kehidupan keluarganya. Ia akan menghafal ayat-ayat Firman Tuhan dan itulah yang akan diajarkan.
Jika ada anggapan, anak-anaknya harus menghadiri sebanyak mungkin kegiatan rohani yang diselenggarakan gereja agar menjadi seorang rohani, itu keliru. Kesalahan bukan pada menghadiri kegaitan itu, tetapi pada anggapan dan pemikiran itu. Dalam hal ini orangtua mengabaikan tugasnya untuk mendidik dan mengajar anak-anaknya, dan melimpahkan tugas dan tanggungjawab itu kepada gereja atau hamba-hamba Tuhan. Firman Tuhan tidak pernah mengajarkan pola ini dalam mendidik anak-anak keluarga Kristen. Memang setiap orang percaya tidak boleh menjauhkan diri dari perkumpulan orang-orang kudus seperti yang disampaikan penulis Kitab Ibrani.
24Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. 25Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat (Ibrani 10:24-25).
Pangajaran dan pendidikan melalui program dan kegiatan gereja tidak bisa menggantikan pengajaran dan didikan yang merupakan tanggungjawab orangtua. Gereja memiliki tanggungjawab sebagai institusi yang didirikan Tuhan (Matius 16:18), tetapi orangtua juga harus mengajar anak-anaknya dengan rajin dan terprogram, mengulang kembali pengajaran yang diterima dari eksposisi Firman Tuhan. Oleh karena itu untuk bisa melakukan hal ini dengan baik, orangtua harus menjadi seorang yang senantiasa belajar dan menghadiri kegiatan rohani yang diselenggarakan gereja karena dengan cara itulah ia semakin bertumbuh dalam pengetahuan Firman Tuhan (2 Petrus 3:18).
Ketika orangtua ingin mendidik anak-anaknya untuk mencintai Tuhan dan memahami FirmanNya, ia tidak perlu membuat kelas khusus untuk membahas topik-topik tertentu. Terkecuali dalam hal membaca dan merenungkan Firman Tuhan sebagai satu keluarga dimana menuntut waktu khusus bagi seluruh anggota keluarga, orangtua tetap bisa mendidik anak-anaknya dalam setiap kesempatan. Apapun kegiatan bersama yang dilakukan orangtua dan anak-anak bisa menjadi kesempatan untuk membicarakan Tuhan dan FirmanNya. Dengan tegas Tuhan memberitahukan demikian, “membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Inti perintah ini sebenarnya mengajar orangtua untuk mempergunakan setiap kesempatan untuk mengajarkan nilai-nilai rohani dan prinsip-prinsip Firman Tuhan dalam keadaan apapun juga. Anak-anak tidak bisa mengingat dan mengetahui nilai rohani dan prinsip-prinsip kebenaran jikalau hanya disampaikan satu kali saja. Mereka membutuhkan pengajaran yang berulang-ulang dan terus menerus hingga mereka memahaminya. Di sinilah dituntut ketabahan dan kesabaran orangtua dalam mendidik anak-anaknya.
Saya memberikan suatu ilustrasi sederhana. Di gereja saya, jemaat dewasa dan anak-anak beribadah bersama-sama pada hari Minggu dan Kebaktian Doa. Orangtua yang masih memilik anak kecil dan belum bisa duduk tenang akan duduk bersama orangtuanya. Tetapi anak-anak yang sudah berumur 4-10 tahun akan duduk di barisan depan. Mungkin para pembaca berpikir bahwa anak-anak ini tidak akan mungkin duduk tenang selama ibadah berlangsung karena usia mereka masih sangat muda. Keyataannya mereka bisa duduk tenang dan diam selama ibadah berlangsung. Mereka akan meninggalkan ruang ibadah ketika khotbah akan berlangsung. Jemaat dewasa akan tetap di ruang ibadah sementara anak-anak usia 1,5-10 tahun akan masuk ruang kelas masing-masing untuk mendengarkan pelajaran Firman Tuhan. Dalam persekutuan doa atau kebaktian khusus semua jemaat mulai dari bayi hingga dewasa berada dalam satu ruangan hingga kebaktian selesai. Semua bisa duduk dengan tenang dan diam.
Pertanyaan penting di sini, kenapa mereka bisa duduk tenang di ruang Kebaktian sementara ketika ada di rumahnya mereka tidak bisa diam? Jawabannya, karena mereka diajar berulang-ulang dan diberi pemahaman bahwa Gereja adalah tempat menyembah Tuhan. Para orangtua tak henti-hentinya mengingatkan anak-anaknya agar ketika berada di ruang ibadah mereka tidak bisa ribut, berlari dan berbicara. Hal itu dilakukan berualng-ulang. Orangtua mengingatkannya di rumah sebelum berangkat, mengingatkannya kembali ketika sudah tiba di lingkungan gereja, dan mengingatkannya lagi ketika sudah duduk di ruang Ibadah. Awalnya memang agak sulit terutama ketika anak-anak itu datang dari gereja lain yang sudah terbiasa tidak terkontrol. Tetapi lambat laun mereka akan beradaptsi dan mengikuti kebiasaan baru ini. Mereka juga bisa duduk tenang dan mengikuti ibadah hingga selesai.
Contoh di atas memberikan penerangan bagi pembaca, jika dengan rajin dan giat mengajarkan Firman Tuhan kepada anak-anak, lambat laun akan semakin mengerti. Tuhan berkata bahwa orangtua harus mengajar Firman Tuhan kepada anak-anaknya ketika mereka sedang duduk, melakukan perjalanan, sedang berbaring dan ketika sudah bangun. Ini menunjukkan bahwa pengajaran Firman Tuhan harus dilakukan secara alami dalam segala kegiatan hidup. Membicarakan Tuhan dan FirmanNya ketika ada di dalam mobil tentu akan sangat menyenangkan. Begitu juga ketika melakukan piknik keluarga di pantai, orangtua harus selalu mengingat tugas dan tanggungjawabnya sebagaimana diperintahkan Tuhan.
Permasalahan yang dihadapi keluarga Kristen sekarang ini adalah mereka terlalu sibuk membicarakan hal-hal duniawai yang tidak berguna. Mereka sibuk menyanyikan lagu-lagu duniawi, dan membicarakan sepak bola, sport, fashion dan sebagainya, padahal semua itu sifatnya fana. Jika orangtua hanya membicarakan hal-hal duniawi maka orangtua tidak bisa mengharapkan anak-anaknya menjadi orang-orang rohani. Orangtua yang menginginkan anak-anaknya mencintai Tuhan dan menaati Firman Tuhan akan menyusun rencana dengan sengaja untuk membicarakan hal-hal rohani dalam berbagai kesempatan, apakah itu ketika sedang berada di kebun, di sawah, di bus, di mobil atau dimanapun juga. Orangtua harus membangun kesensitifan rohaninya untuk senantiasa menjadi pembimbing dan pemimpin rohani.
Jikalau orangtua sudah terbiasa membicarakan Firman Tuhan dalam segala kesempatan, maka anak-anak juga akan berani bertanya untuk hal-hal rohani atau bahkan mengangkat kasus-kasus tertentu yang mereka alami dan dengar. Jikalau hal ini sudah terjadi, hubungan orangtua dengan anak-anak akan terjalin dengan baik. Anak-anak akan mempercayai orangtua dalam segala hal dan menceritakan apapun yang dihadapinya. Mereka tidak akan menceritakan apapun kepada orang lain tetapi kepada orangtuanya. Tetapi sebaliknya, jikalau anak-anak tidak melihat keteladanan orangtua sebagai hal yang patut ditiru, maka mereka akan mencari orang lain sebagai tempat curhat. Jika hal itu terjadi maka bahaya sedang menanti karena orang tempat mereka curhat belum tentu orang percaya atau memberikan nasihat yang benar sesuai dengan Firman Tuhan.
Hal seks misalnya! Orang Asia selalu merasa risih membicarakannya dengan siapapun. Mereka tidak akan membicarakannya karena dianggap tabu, tetapi sayangnya, mereka melakukan itu sembunyi-sembunyi meskipun diketahui itu tabu dan dosa. Umumnya gereja-gereja di Asia tidak mau menyinggung hal seks dari mimbar gereja padahal isu itu dicatat dalam Firman Tuhan. Jika Tuhan menuliskannya dalam Firman Tuhan maka hamba-hamba Tuhan yang mencintai Tuhan harus membicarkaannya seperti Tuhan membicarakannya. Tidak ada yang tabu dengan isu seks karena dengan mengetahui apa itu seks dan untuk siapa seks itu maka anak-anak keluarga Kristen akan tahu menghindarinya. Orangtua harus menjadi pengajar, pembimbing tentang isu ini. Anak-anak keluarga Kristen harus mengetahui, seks adalah baik, tetapi hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah menikah (suami-isteri) dan bukan bagi mereka yang tidak menikah (suami-isteri).
Oleh karena itu pergunakanlah setiap kesempatan untuk mengajarkan nilai-nilai rohani dan prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan.
MENGAJARKAN FIRMAN SEBAGAI POLA HIDUP
Sebagai orangtua sudah tentu dituntut untuk memahami jenjang kedewasaan anak. Jika masih berusia 3 tahun tentu akan berbeda cara menyampaikan prinsip-prinsip kebenaran dengan yang lebih dewasa. Orangtua dalam hal ini tentu harus mencari tahu apa-apa saja yang bisa diajarkan dan pendekatan seperti apa yang bisa dilakukan bagi anak usia 3 tahun. Ketika sudah berusia 5 tahun, atau 7 tahun tentu juga memilik pendekatan berbeda. Ditubuhkan hikmat agar bisa menyampaikan hal-hal benar pada tingkat usia berbeda. Namun ketika sudah berusia remaja atau duduk di bangku SMU, mereka harus dipersiapkan untuk menghadapi dunia yang sebenarnya. Berbagai peringatan dan kewaspadaan harus disampaikan agar tidak terjerumus dan terperangkap oleh niat dan rencana Iblis.
Dalam berbagai keadaan dan kesempatan orangtua harus mengajarkan Firman Tuhan sebagai cara hidup. Tidak perlu harus berada di rumah atau duduk di sekitar meja untuk mengajarkan prinsip kebenaran Firman Tuhan. Tentu hal ini tidaklah mudah! Terkecuali orangtua sungguh-sungguh rohani dan memiliki kesensitifan rohani diaman ia menginginkan anak-anaknya hidup berkenan kepada Tuhan, maka ia tidak akan bisa memakai setiap kesempatan untuk mengajarkan kebenaran Firman. Jikalau orangtua tidak pernah memikirkan bagaimana hidup berkenan kepada Tuhan, maka ia tidak mungkin bisa menuntun anak-anaknya hidup di jalan Tuhan. Jikalau orangtua tidak suka berdoa dan senantiasa menjalin kehidupan doa maka ia tidak mungkin bisa mengajar dan menuntun anak-anaknya berdoa. Dengan kata lain, kehidupan rohani anak-anak akan mencerminkan kehidupan rohani orangtuanya.
Dalam hubungan kerohanian, orangtua harus menjadi mentor bagi anak-anaknya. Orangtua harus membuat anak-anaknya memiliki kerohanian yang sama seperti kerohanian yang dimilikinya. Kegagalan orangtua mendidik dan mengajar anak-anak menjadi orang yang mencintai Tuhan tidak semata-mata karena anak-anaknya tidak mau mendengarkan nasihat orangtuanya, tetapi lebih pada kegagalan orangtua menjadi teladan rohani bagi anak-anaknya. Orangtua sendiri tidak mengetahui dengan pasti bagaimana sesungguhnya seorang Kristen yang mencintai Tuhan dengan segenap jiwa, hati dan kekuatannya, sehingga ia sendiri tidak bisa memberikan contoh yang bisa diteladani anak-anaknya. Orangtua harus menjadi pelatih kerohanian dimana ia bisa mempertunjukkan bagaimana melakukan kehidupan yang berkenan kepada Tuhan. Ia menjadi teladan dalam beribadah, doa, pembacaan Alkitab, persekutuan, pelayanan dan juga dalam ucapan. Jikalau orangtua berkata kasar dan tidak senonoh, maka anak-anaknya tidak akan mendengarkan ajarannya yang melarang mereka untuk tidak mengucapkan kata kotor dan tidak senonoh. Itulah sebabnya mendidik dan mendisipinkan anak-anak keluarga Kristen harus dilakukan secara alami dan dalam segala kegiatan dan kesempatan.
Membicarakan Firman Tuhan dan kuasa Tuhan dalam kesempatan tertentu harus menjadi kebiasaan kelaurga Kristen sehingga anak-anaknya tidak menganggap cerita kebesaran Tuhan yang dicatat dalam Firman Tuhan sebagai dongeng atau fiksi. Orangtua harus membiasakan diri untuk bertanya kepada anak-anaknya tentang pelajaran yang didapatkan ketika membaca suatu kisah nyata dalam Firman Tuhan. Melatih anak-anak mengambil prinsip kebenaran dari apa yang dibaca dan dipelajari harus terus menerus dilakukan sehingga mereka menyadari apa yang harus diklakukan ketika menghadapi keadaan yang hampir mirim dengan kisah itu.
Jikalau anak-anak sudah menginjak remaja dan bisa berpikir lebih dewasa, orangtua harus sudah memiliki hal-hal penting yang harus dibicarakan dengan tanpa didengarkan anak-anak yang masih terlalu kecil. Membicarakan tentang calon suami atau isteri misalnya, orangtua harus mengajar anak-anaknya dalam mengambil keputusan tentang memilih pasangan. Memilih pasangan hidup merupakan satu dari dua keputusan terpenting dalam hidup seorang percaya; keputusan pertama ketika mengambil keputusan untuk percaya kepada Yesus dan kedua adalah keputusan dalam mimilih pasangan hidup. Kesalahan dalam memilih pasangan hidup bisa berakibat fatal. Oleh karaena itu kriteria memilih pasangan yang dicatat dalam Firman Tuhan harus selalu diulang-ulang hingga hal itu melekat dalam pikiran dan hati mereka sehingga tidak menyimpang dari kriteria tersebut.
Dalam hal penciptaan dunia ini, orangtua harus menekankannya dalam berbagai kesempatan sehingga apa yang diajarkan guru-guru di sekolah umum bahwa dunia ini merupakah hasil dari teori evolusi akan tertutupi oleh kebenaran Firman Tuhan. Sekalipun mereka dengan terpaksa harus mempelajari isu teori evolusi di sekolah, hati mereka harus menyadari itu adalah pemikiran manusia yang tidak mengenal Tuhan dan menolak Firman Tuhan. Sayangnya, banyak orangtua tidak mengetahui isu penting ini sehingga pengetahuan dan informasi yang didapatkan anak-anak dari sekolah umum tentang teori evolusi mendominasi dan secara tidak langsung mereka sebenarnya lebih memiliki pengetahuan tentang teori evolusi dibandingkan dengan pengetahuan Firman Tuhan yang mengajarkan bahwa dunia ini dan segala isi adalah ciptaan Tuhan.
Orangtua bukan hanya mendidik dan mengajar anak-anak untuk bertumbuh dalam pengetahuan Firman Tuhan tetapi juga harus mengajar mereka bagaimana melayani Tuhan. Orangtua harus mengawali pembekalan di rumahnya dengan memberikan pandangan alkitabiah bahwa orang-orang percaya memiliki tanggungjawab untuk melayani Tuhan. Bagi orangtua yang mendidik anak-anaknya untuk mencintai Tuhan dan FirmanNya adalah merupakan pelayanannya kepada Tuhan. Anak-anak harus mengetahui hal itu karena Tuhan menuntut tugas dan tanggungjwab itu dari setiap orangtua sehingga ketika mereka kelak menjadi orangtua, mereka juga sadar bahwa mendidik dan mengajar anak-anaknya kelak di dalam Tuhan merupakan pelayanan mereka kepada Tuhan.
Dalam hal melayani Tuhan di gereja, keterlibatan orangtua dalam pelayanan tentu menjadi teladan yang baik. Namun orangtua juga harus mengajarkan bagaimana sikap seorang percaya yang melayani Tuhan. Hati dan pikiran harus benar dan kudus di hadapan Tuhan dan bukan semata-mata apa yang dilakukan tangan dalam pelayanan. Jikalau tidak memiliki sikap yang benar dalam melayani Tuhan maka pelayanan itu tidak akan berkenan kepada Tuhan sekalipun banting tulang merangkul berbagai pelayanan di gereja. Tuhan melihat hati seseorang dan bukan semata-mata melihat apa yang dilakukan dalam pelayanan. Jika hati dan sikap melayani tidak benar maka apa pun yang dilakukan keseluruhannya tidak benar. Oleh karena itu anak-anak harus diajar kenapa harus melayani Tuhan dan apa motif melayani Tuhan.
Untuk mencapai semua yang sudah dipaparkan di atas tentu orangtua dituntut untuk menjadikan Firman Tuhan menjadi pusat kehidupan keluarga setiap hari dan mempertunjukkan buah keselamatan dalam hidup sehari-hari. Orangtua yang sudah berada pada rel yang benar adalah mereka yang senantiasa membicarakan Firman Tuhan kepada anak-anaknya dalam berbagai kesempatan. Jangan biarkan hatimu untuk mengikuti selera duniawi. Jangan biarkan percakapan dengan anak-anak berfokus pada politik, olahraga, fashion, mancing, memasak, novel, film, games dan sebagainya. Jika itu menjadi fokus pembicaraan orangtua dengan anak-anaknya, itulah sesungguhnya kunci kehancuran rohani keluarga dan jangan pernah berharap anak-anakmu akan mencintai Tuhan dan tuntuk kepada nasihat dan perintah.
Jadi semua yang dijabarkan di atas harus menjadi pola hidup keluarga Kristen.