MENGUCAP SYUKUR UNTUK KESELAMATAN
Oleh Samson H
“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (1 Tesalonika 5:18).
Sebagai manusia alami, mengucap syukur bukanlah suatu sifat alami yang dimiliki manusia. Kosa kata “mengucap syukur” merupakan kata asing dimana sekalipun manusia mengucapkan kata “bersyukur” hanyalah merupakan ekspresi temporal. Namun demikian, mengucap syukur bukan hanya permasalahan dan pergumulan orang-orang yang tidak mengenal Kristus tetapi hal yang sama dihadapi mereka yang mengklaim diri sebagai pengikut Kristus. Itulah sebabnya Firman Tuhan selalu memberikan suatu perintah untuk mengucap syukur bukan untuk orang-orang non-Kristen tetapi untuk orang-orang percaya yang sudah menjadi bagian dari gereja (ref. Mazmur 105:1; 106:1; 107:1; 118:1; 136:1).
Dalam Perjanjian Baru, perintah mengucap syukur ditegaskan Paulus dalam 1 Tesalonika 5:18. Ia memerintahkannya kepada gereja yang sudah menjadi teladan dalam kerohanian dan kesaksian (1 Tesalonika 1:1-10). Mereka adaah umat Tuhan yang setia mengikut Tuhan tetapi mereka tetap saja diperintahkan untuk bersykur karena beryukur bukanlah suatu hal alami yang akan dilakukan oleh manusia. Ini merupakan pergumulan nyata dalam kehidupan. Sangat susah untuk bergembira ketika orang lain sukses sementara diri sendiri gagal. Sangat susah untuk merasa puas ketika teman-teman dan tetanggga sendiri tinggal di sebuah rumah yang jauh lebih besar dan mengendarai mobil yang juga lebih baik. Sangat susah untuk bersukacita ketika pencobaan-pencobaan hidup datang dengan tak terelakkan. Sangat susah untuk tetap mengucap syukur di dunia yang selalu seperti berkonpirasi menentang kita. Inilah fakta yang terjadi di dunia yang penuh dengan dosa dan kegelapan.
Namun demikian bagi orang-orang Kristen yang sungguh-sungguh percaya pada Yesus Kristus, mengucap syukur tidak berpatokan pada keadaan temporal atau yang bersifat sementara karena ucapan syukur orang percaya harus didasarkan pada keyataan kekal bahwa Kristus telah datang ke dunia dan menyelamatkan mereka yang percaya kepadaNya. Inilah dasar ucapan syukur setiap orang percaya dan bukan pada hal-hal materialistis.
Tentu tidak ada yang salah untuk mengucap syukur atas berkat-berkat jasmani yang diberikan Tuhan sesuai dengan kemurahan Tuhan. Namun ucapan syukur itu tidak didasarkan pada berkat itu sendiri tetapi kehadiran, keperdulian, providensi Tuhan sendiri yang campur tangan dalam hidup orang percaya sehinga menyediakan berkat bagi umatNya. Kesadaran bahwa Tuhan itu ada dan memperhatikan kehidupan dan kebutuhan anak-anakNya, itulah yang menjadi penghiburan dan dasar ucapan syukur umat percaya ketika menerima berkat-berkat dari Tuhan.
Di sisi lain, ketika berkat-berkat jasmani dan materialis terkesan begitu jauh meskipun sudah berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan, umat percaya seyogianya bisa tetap mengucap syukur kepada Tuhan dengan menyadari bahwa Tuhan tidak tertidur dan mengabaikan serta meninggalkan anak-anakNya. Ia tahu apa yang terjadi dan tahu apa yang mereka butuhkan dalam hidup ini. Ia senantiasa hadir dalam setiap keadaan yang dihadapi. Dengan menyadari bahwa Tuhan hadir dalam setiap aspek kehidupan maka umat percaya bisa mengucap syukur senantiasa kepada Tuhan sekalipun apa yang yang didoakan dan diinginkan tidak diperolah pada saat yang diinginkan. Kesadaran inilah yang akan menghibur dan menguatkan umatNya karena segala sesuatu yang terjadi Tuhan izinkan demi mencapai tujuan dan maksud yang direncanakan Tuhan (1 Korintus 10:13).
Tetapi lebih dari semua yang sudah disampaikan di atas, umat Kristen sepatutnya menyadari bahwa mereka harus mengucap syukur karena keselamatan yang sudah diterima dari Tuhan. Ini merupakan berkat yang tak terhingga nilainya melebihi dari segala kekayaan dunia ini. Ini adalah berkat yang tidak dapat diperoleh dengan cara apapun (Efesus 2:8-9; Titus 3:5). Tetapi Tuhan sudah menganugerahkannya kepada setiap orang yang sungguh-sungguh mempercayai Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat (Roma 10:9-10). Inilah berkat luar biasa yang menjadi fondasi ucapan syukur umat Kristen dalam segala keadaan.
Maka Paulus memerintahkan kepada jemaat Tesalonika untuk senantiasa mengucap syukur kepada Tuhan dalam segala sesuatu, dalam keadaan baik maupun buruk, dalam keadaan berkelimpahan ataupun berkekurangan, dalam keadaan sehat maupun sakit, dalam keadaan suka ataupun duka. Panggilan umat percaya dalam hidup ini adalah senantiasa mengucap syukur kepada Kristus.
Dalam keseluruhan tulisan Paulus, ia senantiasa mengucap syukur kepada Tuhan untuk setiap jemaat yang didirikan dan digembalakan. Tetapi tak satu kalimat pun dalam tulisannya yang mengungkapkan bahwa ucapan syukurnya didasarkan atas berkat-berkat jasmani dan materialistis yang diterima jemaat (ref. Efesus 1:16; Kolose 1:3; 1 Tesalonika 1:2; 2 Tesalonika 2:13). Ia selalu mengucap syukur atas iman, keselamatan, pengharapan dan kasih mereka kepada Tuhan.
Paulus sendiri sekalipun dalam kekurangan dan penderitaan senantiasa mengucap syukur kepada Tuhan. Ia tidak pernah putus asa karena kesulitan, penderitaan, penganiayaan dan sakit penyakit yang dihadapi. Sekalipun berada dalam penjara, ia tetap memotivasi jemaat untuk bersukacita di dalam Kristus dan mengucap syukur kepada Tuhan atas keselamatan yang diterima dengan cuma-Cuma (Filipi 4:4).
Dengan keselamatan yang diterima dari Tuhan, setiap orang percaya memiliki pengharapan dan jaminan keselamatan kekal bahwa ia mewarisi sorga dan hidup kekal. Inilah berkat ilahi bagi orang percaya. Oleh karena berkat inilah ia terlepas dari hukuman kekal dan neraka. Ia sudah memperoleh penebusan dan pengampunan dosa, ia sudah diperdamaikan dengan Tuhan dan ia memiliki akses langsung untuk bersekutu dan berdoa kepada Yesus Kristus, Tuhand an Juruselamatnya.
Apakah engkau sebagai orang yang selalu mengucap syukur kepada Tuhan atas keselamatan yang engkau miliki di dalam Kristus? Apakah engkau hanya bergembira, bersukacita dan bersyukur ketika berkat-berkat jasmani seperti materialistis, kekayaan, uang, dan harta berkelimpahan? Jika itu terjadi dalam hidupmu, engkau belum merasakan betapa indah dan bahagianya seorang berdosa yang diampuni dan diberikan jaminan keselamatan dan hidup kekal. Engkau belum mencicipi sukacita sorgawi yang melibihi dari segala berkat-berkat duniawi.
Umat Kristen mengucap syukur kepada Tuhan bukan didasarkan atas berkat jasmani dan harta kekayaan yang dimiliki. Umat Kristen mengucap syukur harus didasarkan atas keselamatan dan hidup kekal yang diterima dari Tuhan. Itulah fondasi segala ucapan syukur orang percaya. Jika mengucap sykur hanya karena berkat jasmani dan harta kekayaan, maka tidak ada perbedaan antara orang percaya dengan mereka yang tidak mengenal Yesus Kristus, karena mereka juga melakukan hal yang sama. Mereka bersukacita dan berpesta fora oleh karena penghasilan dan uang yang melimpah.
Jika memperhatikan teladan Paulus dalam mengucap syukur, ia tidak pernah menyampaikan ucapan syukur kepada Tuhan oleh karena harta kekayaan yang dimilikinya atau dimiliki jemaat yang digembalakannya. Ia tidak pernah menyinggung apapun tentang hal-hal itu. Ia selalu mengucap syukur kepada Tuhan dan Kristus Yesus oleh karena keselamatan, kasih, kemurahan Tuhan, iman, dan pengharapan yang dimiliki jemaat yang semakin bertumbuh dan berbuah di dalam Kristus. Justru dalam kekurangan, penderitaan, kesulitan dan sakit penyakit ia mengucap syukur kepada Tuhan, karena ia tahu bahwa akan lebih baik tinggal bersama Tuhan daripada tetap berada di dunia ini (Filipi 1:21). Ia tahu bahwa hidup di dunia ini hanya sementara karena Tuhan sudah menyediakan tempat mulia di sorga bagi setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus (Yohanes 14:1-2).
Penulis Kitab Mazmur, Raja Daud, dalam berbagai tulisannya ia selalu memuji dan memuliakan Tuhan serta bersyukur kepada Tuhan. Dalam kesulitan dan penderitaan yang dialaminya sebagai raja dan pemimpin Israel, ia tidak henti-hentinya mengucap syukur kepada Tuhan. Ia mengucap syukur bukan karena harta kekayaan yang diperoleh tetapi karena pertolongan dan kasih setia Tuhan dalam segala sesuatu (Mazmur 97:12; 105:1; 106:1; 107:1; 118:1; 119:62; 136:1-3).
Raja Salomo dalam tulisannya sebagai Raja terhebat dan terkaya di masa itu, tidak pernah mengekspresikan ucapan syukur kepada Tuhan atas harta dan kekayaan yang dimilikinya. Ia justru mengekpresikan bahwa kekayaan dan kesenangan duniawi akan membawa penderitaan dan kesusahan. Bahkan dalam Kitab Pengkhotbah ia menyampaikan segala sesuatu yang ada di bawah langit adalah kesia-siaan. Hanya satu yang bermanfaat dan berguna yaitu jikalau ada rasa takut kepada Tuhan maka apa yang dimiliki di dunia ini bisa dipergunakan untuk memuliakan Tuhan (Pengkhotbah 12:13-14).
Ayub sebagai orang terkaya di zamannya tidak pernah mengekspresikan ucapan syukur kepada Tuhan oleh karena harta kekayaannya tetapi dengan harta kekayaan itu ia menyembah Tuhan dan mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan bagi dirinya dan bagi anak-anaknya (Ayub 1:5). Ia tahu bahwa harta dan kekayaan bersifat sementara.
Abraham sebagai sahabat Tuhan, sekalipun ia seorang yang kaya raya, ia tidak pernah mengekspresikan ucapan syukur dalam doa-doa yang disampaikan kepada Tuhan atas dasar harta kekayaan yang dimiliki. Ia mengucap syukur atas pertolongan dan kehadiran Tuhan dalam hidupnya dan hidup keluarganya.
Dalam 1 Tesalonika 5:18 di atas Paulus mengawali tulisannya dengan suatu perintah “mengucap syukurlah dalam segala hal.” Ini adalah perintah bagi setiap orang percaya. Begitu mudah melupakan berkat-berkat yang diberikan Tuhan dan menganggap apa yang diterima dan dimiliki sebagai hal alami. Melupakan Tuhan yang adalah Pemberi berkat-berkat jasmani dan rohani merupakan pengingkaran terhadap Pemberi berkat itu. Itu berarti apa yang dimiliki diklaim sebagai hak pribadi atas kehebatan dan kemampuan pribadi.
Perintah “mengucap syukurlah” juga mengingatkan umat percaya bahwa mereka sering lupa untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas apa yang dikerjakan Tuhan dalam hidupnya. Mengucap syukur bukanlah pilihan bagi umat percaya tetapi keharusan. Paulus bahkan memberitahukan bahwa “mengucap syukur” adalah kehendak Tuhan di dalam Kristus Yesus. Itu berarti bahwa Tuhan sangat berkenan kepada anak-anakNya ketika datang menghampiriNya dengan ucapan syukur dan bukan sekedar ucapan semata tetapi ekspresi hati yang dipenuhi dengan kesadaran bahwa Tuhan sungguh berkemurahan dalam hidupnya.
Jika melihat kehidupan umat Kristen sehari-hari dengan pertolongan dan penyertaan Tuhan, tidakkah seharusnya mereka harus mengucap syukur atas anugerah dan providensi yang Tuhan berikan? Bukankah umat Kristen menjadi sombong dan angkuh ketika mereka mendapat berkat dan pertolongan Tuhan namun menutup hati dan mulutnya tanpa mengucapkan syukur kepada Tuhan?
Seperti yang sudah disampaikan di atas bahwa kata “mengucap syukur” ditulis dalam bentuk perintah atau imperatif. Itu menandakan umat Kristen tidak secara otomatis memiliki kebiasaan dan karakter mengucap syukur kepada Tuhan sekalipun menyadari bahwa apa yang dimiliki datang dari Tuhan. Mereka perlu membiasakan diri untuk mengucap syukur. Jika engkau sebagai orangtua yang memiliki anak, engkau pasti mengingat betapa sering mengajarkan kepada anak-anakmu untuk selalu mengucap syukur atau berterima kasih ketika ada yang memberikan sesuatu kepada mereka. Engkau selalu mengingatkan mereka untuk mengucapkan terima kasih. Kenapa harus selalu mengingatkannya? Karena mereka tidak memiliki kebiasaan itu dan kata “terima kasih” merupakan kata asing yang tidak lazim dan biasa dengan mereka. Demikian juga kata “mengucap syukur dalam segala hal” bagi umat Kristen. Kata atau frasa ini bukanlah ucapan biasa yang mendarah daging dalam diri umat Kristen. Mereka harus membiasakan diri dan dengan aktif melatih diri untuk mengucap syukur kepada Tuhan.
Karena mengucap syukur adalah kehendak Tuhan maka sudah sepatutnya umat Kristen melakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Sepatutnya umat Kristen tidak mendua hati atau ragu-ragu untuk mengucap syukur karena Tuhan sungguh berkenan mendengarkan ucapan syukur yang datang dari hati yang tulus dan ikhlas serta menyadari siapa Tuhan bagi dirinya dan bagi keluarganya.
“Mengucap syukur” kepada Tuhan akan menuntun umat Kristen untuk mematikan kebiasaan bersungut-sungut dan ketidakpuasan dengan apa yang dimiliki. Seperti yang disampaikan di atas, dasar seseorang bisa mengucap syukur untuk segala hal bukan karena harta kekayaan dan berkat jasmani, tetapi karena keselamatan yang dikerjakan Tuhan melalui Yesus Kristus. Sekalipun sakit penyakit datang dan penderitaan serta kesulitan mengerumuni umat Kristen, semua ini tidak menghalangi mereka yang sungguh-sungguh percaya kepada Yesus untuk terus mengucap syukur. Penderitaan, kesulitan dan sakit penyakit tidak bisa membendung hati anak-anak Tuhan untuk mengucap syukur.
Di gereja saya ada seorang ibu yang sedang sakit. Ketika pemeriksaan biopsi dilakukan di rumah sakit, dokter memberitahukan kepadanya bahwa ia menderita penyakit kanker. Biasanya para dokter memiliki kesulitan untuk menyampaikan berita buruk seperti ini karena mereka tidak mengetahui apa reaksi pasien saat mendengarkannya. Namun demikian mereka tidak memiliki pilihan bahwa hal itu harus diberitahukan. Jadi ketika dokter memberitahukan bahwa ibu ini mengidap penyakit kanker, ia langsung berkata “puji Tuhan” dan ia tersenyum. Dokter itu kaget, ia tidak menduga akan mendapatkan respon seperti itu. Ibu itu berkat bahwa ia memiliki Kristus dan ia tidak takut sekalipun harus meninggalkan dunia ini karena ia tahu, ia akan bersama Kristus di sorga. Dalam keadaan seperti itu ia tetap bisa mengucap syukur kepada Tuhan. Saat ini ia menjalani kemoterapi dengan penuh sukacita di dalam Kristus. Ia tidak pernah takut menghadapi semua sakit penyakit yang dialami.
Bisakah engkau mengucap syukur untuk segala hal, dalam keadaan baik maupun buruk? Bisakah engkau mengucap syukur jikalau sedang dalam kesulitan dan kekurangan? Ingatlah bahwa umat Kristen diperintahkan untuk mengucap syukur dalam segala hal karena keselamatan dan hidup kekal yang sudah diberikan bagi setiap yang percaya kepada Yesus.